10 Dasar-Dasar Agronomi
menanam kedelai tetapi tanaman kedelai tersebut dibiarkan
tumbuh tanpa ada usaha untuk memperbaiki
pertumbuhannya, maka petani tersebut tidak melakukan
tindakan agronomi.
Tingkatan dari tindakan agronomi bersifat berjenjang
mulai dari yang paling sederhana sampai yang maju atau
yang paling terkini ( up to date ), dan tingkatan tindakan
agronomi tersebut dicerminkan oleh tingkatan pengelolaan
lapang produksi. Umumnya, semakin tinggi tingkat
pengetahuan petani atau semakin tinggi tujuan produksi
maksimum yang ditetapkan, maka tindakan agronomi yang
dilakukan semakin maju. Tingkat pengelolaan lapang
produksi yang masih rendah atau tidak sempurna, misalnya
tidak dilakukan pengelolaan tanah, tidak ada tindakan
pemeliharaan/perawatan tanaman, sistem usaha tani masih
dalam bentuk ladang berpindah, dan tidak ada usaha untuk
melakukan produksi maksimum. Tingkat tindakan agronomi
yang ekstrim rendah dicirikan dengan suatu areal pertanian
yang menjadi hutan, semak dan belukar. Sebaliknya
pengelolaan unit agronomi yang sudah maju dicirikan
dengan adanya upaya mengelola segenap unsur tanah, air,
iklim dan lingkungan serta meningkatnya pemanfaatan
sarana dan bahan-bahan agronomi berupa agro-input untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, misalnya mampu
meramalkan jenis komoditas yang menguntungkan, mampu
mengestimasi produksi maksimumnya jatuh pada waktu
yang bertapatan dengan harga dipasaran tinggi sehingga
menguntungkan, mampu menetapkan kapan seharusnya
suatu tanaman ditanam, dan dapat membaca kebutuhan
pasar lokal dan luar daerah bahkan luar negeri. Tingkat
pengelolaan lapang produksi dikatakan up to date apabila
fokus agronomi yang digunakan bukan lagi hanya berupa
tanah pertanian, tetapi sudah menggunakan kultur air,
hidroponik, aeroponik, vertikultur, bertanam dalam
struktur bangunan, bertanam dalam plant factory dengan
menggunakan perpaduan ilmu tanaman, komputer,
keteknikan, dan teknologi informasi yang membutuhkan
11Dasar-Dasar Agronomi
penanaman modal yang besar untuk pelaksanaannya, atau
telah menggunakan peralatan dan agroinput dengan
teknologi nano dan bioteknologi. Untuk meningkatkan
produksi yang maksimum dibutuhkan keterampilan dari
subjek agronomi, semakin piawai seorang subjek agronomi
mengelola tanaman dan lingkungannya maka semakin baik
pula produksi yang akan didapat, misalnya dalam suatu areal
pertanian yang tidak luas tetapi dapat dihasilkan tanaman
yang sama dengan bila tanaman tersebut ditanam didalam
areal yang luas, contoh dengan menggunakan vertikultur.
Dalam memaksimalkan produksi, subjek agronomi
dituntut untuk menggunakan akal pikiran untuk
memanfaatkan setiap jengkal lahan atau berkreasi
menggunakan berbagai metode atau teknik bertanam
dikombinasikan dengan penerapan ilmu dan eknologi
terbaru untuk mencapai produksi maksimum. Intensifikasi
dalam pengelolaan unit agronomi akan diikuti oleh
meningkatnya penggunaan sarana agronomi, baik benda/
bahan mapun jasa. Sebagai contoh, peningkatan tindak
agronomi dalam mengelola sawah akan berakibat pada
meningkatnya penggunaan sarana agronomi berupa benda
seperti benih unggul, pupuk, dan obat-obatan, serta
meningkatnya kualitas sarana agronomi berupa jasa, seperti
jasa pengaturan air irigasi, jasa penyuluhan dan jasa
pemasaran produksi. Tingkatan pengelolaan lapang
produksi atau unit agronomi akan makin tinggi apabila media
tumbuh yang digunakan bukan lagi tanah, melainkan berupa
hidrofonik dengan ramuan hara tanaman yang dilarutkan
dan penenmapatnya dalam sistem bertingkat dalam ruangan
yang dilengkapi dengan penyinaran buatan. Tingkatan
pengelolaan lapang produksi dengan budidaya tanaman
tunggal akan lain dibandingkan dengan pengelolaan
tanaman ganda atau campuran. Juga akan lain apabila
budidaya tanaman dicampur dengan budidaya ikan, ternak
ataupun lebah ( mixed farming ).
12 Dasar-Dasar Agronomi
1.5. Aspek dan Lingkup Agronomi.
Bidang agronomi meliputi tiga aspek pokok, yaitu aspek
pemuliaan tanaman, aspek fisiologi tanaman, dan aspek
ekologi tanaman. Ketiga aspek agronomi di atas
merupakan suatu gugus ilmu tanaman ( crop science ) yang
langsung berperan dan mendukung tindakan-tindakan
agronomi dari berbagai tingkatan dan akan terlihat pada
produksi maksimum tanaman.
Pemuliaan Tanaman dalam agronomi sangat penting
artinya dalam produksi tanaman. Pemuliaan tanaman
merupakan usaha untuk memperbaiki sifat genetis tanaman
sehingga di dapat jenis tanaman yang unggul. Jenis unggul
memiliki sifat yang baik seperti tanggap terhadap
pemupukan, tahan terhadap hama dan penyakit, mampu
bersaing dengan gulma, produksi tinggi, umur produksi
lebih cepat, dan lain-lain. Hasil dari pemuliaan tanaman
misalnya berupa suatu varietas yang memiliki berbagai sifat
unggul, namun keunggulan sifat varietas itu sangat
tergantung kepada tigkatan-tindakan agronomi yang
dilakukan pada tahap itu. Keunggulan varietas dapat terus
dikembangkan bila subjek agronomi dapat menguasai
berbagai sifat fisiologi objeknya.
Faktor Fisiologi dalam ruang lingkup agronomi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari proses-
proses alamiah yang terjadi dalam tanaman. Kehidupan
tanaman erat hubungannya dengan kegiatan fotosintesis.
Berdasarkan produk awal pada fotosintesis maka tanaman
dapat dikelompokan menjadi tanaman C 3, C 4, dan CAM.
Kelompok tanaman C3 hasil pertama dari proses fotosintesis
adalah asam fosfogliserat (PGA). Proses fotosintesis
menurut daur Calvin contoh pada tanaman kedelai, padi,
gandum. Kelompok tanaman C4, proses fotosintesis menurut
daur Hatch dan Slack. Produk pertama dari fotosintesis
adalah asam malat, lebih efisien dalam penggunaan sinar
surya dan CO 2, contohnya pada tanaman jagung, tebu,
sorgum, rumput. Kelompok CAM ( Crassulacea Acid
Metabolism) umumnya adalah tanaman sukulen berkutikula
tebal, hidup di daerah kering seperti kaktus, anggrek, dan
13Dasar-Dasar Agronomi
nanas. Tanaman CAM ini meningkatkan kandungan asamnya
secara cepat pada malam hari dan menurun pada siang hari.
Pada siang hari terjadi penangkapan energi surya dan diubah
menjadi energi biokimia. Pada malam daun menyerap CO 2
dari udara dan terjadilah sintesis CO 2 menjadi bahan
organik. Aspek fisiologi dalam bidang agronomi mencakup
segenap kelakuan metabolisme tanaman dari taraf benih
sampai dengan taraf panen dan pasca panen. Sebagai contoh,
suatu varietas tanaman yang mimiliki masa dormansi tidak
cocok untuk meningkatkan produksi, lalu melalui pemuliaan
tanaman diusahakan mendapat varietas dengan kelakuan
dormansi yang lebih menguntungkan. Dormansi benih
merupakan kelakuan fisiologis yang pada saat tertentu
menguntungkan menguntungkan bagi usaha memperpanjang
perode simpan dan viabilitas benih. Akan tetapi merupakan
aspek yang hatrus dipecahkan apabila benih tersebut sudah
dikehendaki tumbuh namun karena masih dorman maka
tidak juga mau berkecambah.
Faktor ekologi yang berperan sangat penting pada
pertumbuhan tanaman adalah tanah dan iklim. Tanah
merupakan komponen hidup dari lingkungan yang penting
yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi penampilan
tanaman. Dalam mendukung kehidupan tanaman, tanah
mempunyai tiga fungsi utama yaitu memberikan unsur hara
untuk tanaman, memberikan air dan reservoar, menunjang
tanaman atau sebagai tempat berpegang dan bertumpu
untuk tegak. Faktor lingkungan (iklim) yang penting adalah
suhu udara, penyinaran surya, hujan dan kelembaban udara.
Contoh lainnya, kelakuan pembungaan pada tanaman yang
ada hubungannya dengan intensitas cahaya atau periode
penyinaran merupakan aspek ekologi tanaman. Adanya atau
tiadanya persaingan antara tanaman yang ditanam dalam
budidaya campuran, keberadaan perakaran tumbuhan
penggangu terhadap perakaran tanamam, efek naungan
terhadap pertumbuhan bibit di pesemaian, merupakan
contoh-contoh aspek ekologi yang perlu diperhatikan dalam
tindakan agronomi.
Obyek agronomi yang berupa tanaman dapat
dikelompokkan menjadi berbagai kelompok komoditas,
14 Dasar-Dasar Agronomi
yaitu: (1) kelompok tanaman pangan, (2) kelompok tanaman
industri, (3) kelompok tanaman perkebunan, (4) kelompok
tanaman hortikultura (buah-buahan, sayuran dan tanaman
hias), (5) kelompok tanaman biofarmaka (obat-obatan), dan
(6) kelompok tanaman pakan ternak. Pengelompokan
komoditas demikian itu merupakan pengelompokan
fungsional. Disamping itu, dapat pula dilakukan
pengelompokan secara struktural seperti kelompok tanaman
serealia, leguminosa, serat-seratan, sayuran, buah-buahan,
bunga-bungaan, dan sebagainya. Baik komoditas yang
dikelompokkan secara fungsional maupun struktural,
keduanya menrupkan obyek agronomi yang diusahakan
dalam berbagai lingkup agronomi. Lingkup agronomi
tersebut bertautan satu sama lainnya dan berakhir pada
tercapainya sasaran produksi maksimum.
Lingkup agronomi meliputi bidang-bidang pemuliaan
tanaman, teknologi benih, teknik budidaya, pemberantasan
hama dan penyakit, pemberantasan gulma, pemanenan,
pengolahan, dan penyimpanan. Masing-masing bidang
mengandung tindakan agronomi sendiri-sendiri, tetapi
semua itu berada dalam konteks agronomi. Misalnya, bidang
teknologi benih yang mengusahakan benih bermutu tinggi,
harus mencakup upaya memperbaiki sifat genetiknya, fisik
maupun fisiologisnya. Benih dipandung sebagai sarana
agronomi yang harus sehat, tidak tercemar oleh benih gulma
atau adabekas gigitan serangga dan berumur genjah yang
bermuara pada penggunaan benih tersebut dapat
tercapainya produksi maksimum. Tegasnya semua lingkup
agronomi berada dalam konteks yang terpadu, satu sama
lain mempunyai hubungan yang erat dan timbal balik.
1.6. Sejarah Perkembangan Agronomi
Kata agronomi tercatat mulai dikenal dalam bahasa
Inggris pada tahun 1805-1815 sementara kata pertanian
(agriculture) telah mulai digunakan pada tahun 1425 – 1475
(Chandrasekaran et al., 2010). Pada awal perkembangan
peradaban manusia di bumi, manusia hanya hidup dengan
15Dasar-Dasar Agronomi
apa yang ada disekelilingnya dengan mencari atau memanen
biji-bijian dan buah-buahan. Dengan bertambahnya jumlah
manusia, lama kelamaan apa yang ada disekelilingnya tidak
lagi mencukupi bagi kebutuhan pangan sehari-hari. Pada
keadaan itu orang mulai berpikir dan mencoba untuk
bercocok tanam dan beternak meski dengan teknologi dan
tindakan agronomi sangat rendah/asal tanam. Pada fase
berikutnya, karena jumlah manusia terus bertambah dan
pengetahuan kian maju, petani mulai berpikir bagaimana
cara mengusahakan lahan agar tidak cepat menurun
kesuburannya terutama dalam jangka panjang.
Perkembangan kebudayaan manusia yang
memungkinkan terjadinya migrasi dan hubungan antar
budaya memberikan pengaruh positif pada adanya
pengayaan jenis tanaman pertanian melalui proses
introduksi, yaitu proses memasukkan spesies ke habitat
baru. Kemudian kemajuan ilmu dan teknologi manusia
membawa kepada proses pemuliaan tanaman, terutama
setelah diketemukannya hukum pewarisan oleh Mendel
pada pertengahan abad ke-19. Dalam perkembangan
berikutnya pemuliaan tanaman juga sudah ditempuh dengan
jalur pembuatan mutasi buatan misalnya dengan radiasi
sinar gamma atau penggunaan bahan kimi, hibridisasi
somatik, pemanfaatan kultur jaringan dan bioteknologi, dan
terakhir dengan melibatkan rekayasa genetik yang
menghasilkan tanaman transgenik yang masih
kontroversial.
Agronomi sebagai cabang ilmu pertanian yang mengkaji
tentang prinsip dan praktek pengelolaan tanah, air, dan
tanaman, fokus kegiatan utamanya adalah aspek teknis
budidaya tanaman, mulai dari penyiapan benih atau bibit,
pengolahan/penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan
tanaman termasuk juga beberapa tindakan khusus yang
dilakukan selama penyiapan lahan dan pemeliharaan
tanaman, misalnya pemupukan, penyiraman/penyediaan air
bagi tanaman, pengendalian hama dan patogen tanaman,
penyiangan gulma, pemangkasan sebagian dari tajuk
tanaman, penjarangan buah, panen dan pasca panen, serta
semua tindakan lain yang dilakukan untuk meningkatkan
16 Dasar-Dasar Agronomi
produktivitas dan/atau kualitas hasil. Keberadaan agronomi
menjadi semakin penting karena terjadi fenomena
ketidakcukupan pangan dan bahkan bencana kelaparan. Hal
tersebut disebabkan pertumbuhan penduduk mengikuti
deret ukur sedangkan peningkatan hasil pertanian
mengikuti deret hitung. Lahirnya gerakan revolusi hijau ,
yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional ke cara modern relatif dapat mengatasi keadaaan
tersebut. Revolusi hijau yang sering juga disebut revolusi
agraria (pengertian agraria meliputi bidang pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan)
ditandai dengan makin berkurangnya ketergantungan petani
pada cuaca dan alam, digantikan dengan peran ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan
produksi pangan. Lahirnya revolusi hijau itu sendiri diwali
sejak Thomas Robert Malthus (1766–1834) yang menyatakan
bahwa kemiskinan adalah masalah yang tidak bisa dihindari
oleh manusia dan itu terjadi karena pertumbuhan penduduk
dan peningkatan produksi pangan yang tidak seimbang.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar
penting yaitu penyediaan air melalui sistem irigasi,
pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida
sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan
penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam
berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional
ini, terjadilah peningkatan hasil tanaman pangan berlipat
ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam
setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu.
Keuntungan yang didapat dari adanya revolusi hijau dalam
bidang pertanian, antara lain ditemukannya berbagai jenis
tanaman dan biji-bijian/varietas unggul, meningkatnya
produksi pertanian yang berarti dapat mengatasi pangan,
dan pendapatan petani meningkat yang berarti
meningkatnya kesejahteraan petani. Namun demikian,
revolusi hijau juga memberikan kerugian dalam bidang
pertanian, antara lain menurunnya daya produksi tanah
karena ditanami terus menerus, polusi tanah dan air akibat
penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan, dan dengan
mekanisasi pertanian mengakibatkan tenaga manusia
17Dasar-Dasar Agronomi
digantikan mesin.
Perkembangan revolusi hijau juga berpengaruh terhadap
Indonesia. Melalui revolusi hijau, upaya peningkatan
produktivitas pertanian Indonesia dilakukan dengan 4 cara,
yaitu: (1) intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan
produksi pertanian dengan menerapkan formula pancausaha
tani (pengolahan tanah, pemillhan bibit unggul, pemupukan,
irigasi, dan pemberantasan hama); (2) ekstensifikasi
pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan memperluas lahan pertanian; (3) diversifikasi
pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan cara penganekaragaman tanaman, misal dengan
sistem tumpang sari seperti lahan sawah ditanami kacang
panjang, jagung, dan sebagainya; dan (4) rehabilitasi
pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan cara pemulihan kemampuan daya produktivitas
sumber daya pertanian yang sudah kritis. Dampak positif
dari revolusi hijau bagi Indonesia tentu sangat besar, tetapi
dampak negative yang timbul juga tidak kecil. Dampak
negatif dari revolusi hijau bagi Indonesia yang menonjol
adalah ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dan
zat kimia pembasmi hama dan penyakit berdampak pada
tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani,
penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang bersifat
merusak lingkungan dan lahan pertanian itu sendiri, dan
peningkatan produksi pangan dari revolusi hijau tidak
diikuti oleh meningkatnya pendapatan petani secara
keseluruhan karena penggunaan teknologi modern hanya
dirasakan oleh petani kaya.
Munculnya dampak negatif terhadap lingkungan
akhirnya menmbuhkan kesadaran baru dan sistem pertanian
organik mulai dirasa penting bagi ahli-ahli pertanian,
terutama yang peduli terhadap kelestarian lahan dan
lingkungan. Pada sistem pertanian organik dari segi
produktivitas lahan tidak setinggi sistem pertanian kimiawi
karena memang berbeda tujuan. Dalam kaiatan itu, kajian
agronomi mempunyai karakteristik yang tidak hanya fokus
pada proses produksi, tetapi juga mulai mempertimbangkan
kemungkinan dampak negatifnya terhadap lingkungan serta
18 Dasar-Dasar Agronomi
upaya pencegahannya. Agronomi kemudian dicirikan dengan
aplikasi ilmu dan teknologi untuk memajukan sistem
produksi tanaman dengan tetap menjaga kualitas serta
kelestarian lingkungan udara, tanah, dan air. Bahkan dalam
perkembangan selanjutnya, kajian agronomi semakin
berkembang lagi tidak hanya pada proses produksi dan
dampaknya terhadap lingkungan, tetapi sudah dikaitkan
dengan sistem agrbisnis dan agroindustri. Agribisnis adalah
seluruh rangkaian pertanian secara komersial yang
mencakup pada pengadaan serta pendistribusian
sumberdaya, sarana produksi dan jasa, penanganan,
kegiatan produksi pertanian, penyimpanan dan transformasi
hasil, pemasaran hasil, dan hasil olahan. Sedangkan sistem
merupakan kumpulan aspek yang berkaitan antara satu dan
yang lain serta terorganisir dan berinteraksi yang secara
bersamaan bereaksi terhadap input yang bertujuan untuk
menghasilkan output yang efisien dan menguntungkan.
Agroindustri merupakan sub-sistem dari agribisnis yang
mencakup seluruh kegiatan pada pasca panen dan
pengolahan, penanganan, pengkelasan, pengemasan,
pelabelan, dan penyimpanan yang terdapat dalam usaha
transformasi produk dan pemasaran. Dengan demikian,
agronomi merupakan sub-sistem dari agribisnis yang
menyangkut seluruh hubungan dalam produksi tanaman.
Dalam konteks itu, sistem produksi suatu jenis tanaman
bukan sekedar mencapai kemampuan untuk menghasilkan
sebanyak-banyaknya produksi pertanian atau hanya untuk
pencapaian suatu target produksi kaksimum, tetapi pilihan
tanaman yang dibudidayakan harus memperhatikan daya
dukung sumber daya alam, keserasian dan kelestarian, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah produksi harus
berorientasi pada pasar.